Pandangan Saintis dan Filsafat Tentang Sains
Assalamu alaikum wr wb.
Tahukah Anda dengan Almarhum Prof. Abdus Salam (pemenang Nobel Fisika
1979, adalah Fisikawan asal Pakistan) yang dianggap kontroversial.
Dia menyatakan secara
tegas di dalam pengantarnya dalam "Islam and Science : Religious
Orthodoxy and the Battle for Rationality" (Hoodbhoy, P. 1992):
"There is only
one universal science, its problems and modalities are international and there
is no such thing as Islamic science just as there is no Hindu science, no Jews
science, no Confucian science, nor Christian science."
Pandangan Sains Barat
menilai bahwa sains tidak netral. Pandangan bahwa sains netral
dianggapnya "terbelakang" dan "sudah ketinggalan zaman". Dilandasi
pandangan para pakar filsafat ilmu, pandangan ketidaknetralan sains
tampaknya didasarkan pada dampak buruk Sains Barat yang berpangkal pada
kesalahan (controverted, disaproved).
Pandangan di atas akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa sains itu "paradigm-bound phenomenon", yang berarti tidak mungkin netral. Perbedaan pendapat tentang netralitas sains tersebut bersumber dari sudut pandang (mindset) yang berbeda. (beda sudut pandang saintis dan filusuf)
Pertama, saintis berangkat dari makna fisis yang didasari
norma-norma profesionalisme yang digeluti; sedangkan pakar filsafat ilmu
berangkat dari makna filosofis yang belum tentu sesuai dengan makna
fisisnya.
Kedua, Saintis mengambil kesimpulan dari data dan informasi yang
ada dengan menyadari kesalahan-kesalahan (deviasi) yang harus selalu dinyatakan
untuk dapat dinilai akurasinya, sedangkan pakar filsafat ilmu menggali
lebih dalam, yang (mungkin) melibatkan metafisika, di luar lingkup tinjauan
sains.
Dengan memodifikasi gambaran komparatif tentang
sains, paling tidak ada dua klasifikasi:
Pertama, Sains versi saintis berangkat dari premis-premis
empiris. Sains tidak mungkin dibangun dari sumber non-fisis yang tidak mungkin
dikaji ulang oleh saintis lainnya.
Betapa pun rendahnya akurasi data empiris
(tergantung perkembangan teknologi observasi dan analisisnya) tidak dapat
dikatakan "salah". Nilai kebenaran sains tergantung landasan
argumentasi fisis. Selama belum ada hasil uji yang menggugurkan suatu teori
sains, maka teori itulah yang dianggap benar.
Kedua, "sains" versi filsafat berangkat dari
premis-premis transendental. Karena berangkat dari premis transedental bisa
muncul sebutan "sains" Barat, "sains" Bukan dari Barat,
"sains" Ekonomi, "sains" Fisika, "sains" Biologi,
"sains" Kimia, dan sebagainya.
"Sains" seperti ini dibangun dari
nilai-nilai kebenaran yang dipandu metafisis atau sumber transedental yang
diakui oleh kelompok tersebut. Nilai kebenaran sains versi filsafat mutlak
bagi yang mengakuinya, tetapi mungkin dianggap salah total bagi yang
tidak mengakuinya.
thanks infonya